Optimalisasi Pembelajaran Jarak Jauh bagi Penyandang Disabilitas di Era Pandemi Covid-19

Optimalisasi Pembelajaran Jarak Jauh bagi Penyandang Disabilitas di Era Pandemi Covid-19

Tanggal 3 Desember merupakan hari yang spesial bagi para penyandang disabilitas di dunia karena PBB telah menetapkannya sebagai International Day of Persons with Disabilities (IDPD) yang di Indonesia dikenal dengan nama Hari Disabilitas Internasional (HDI). Beragam rangkaian kegiatan dilakukan untuk memperingati hari itu di berbagai negara. Pemerintah dan segenap masyarakat Indonesia pun selalu memperingatinya baik secara mandiri, melalui institusi pendidikan, maupun lembaga yang fokus pada kajian dan atau layanan terhadap penyandang disabilitas.

Pada peringatan HDI tahun 2020 ini, pemerintah mengusung tema “Tidak Semua Disabilitas Bisa Terlihat”, suatu tema yang dijelaskan oleh salah seorang Stafsus Presiden, Angkie Yudistia, sebagai pesan kepada seluruh masyarakat bahwa tidak semua ragam disabilitas dapat diketahui dan disadari oleh masyarakat umum seperti dirinya yang seorang disabilitas tuli.

Tema IDPD 2020 yang diusung PBB sendiri adalah “Building Back Better: Toward a Disability-Inclusive, Accessible and Sustainable Post COVID-19 World”, yang terinspirasi oleh suasana dan situasi Pandemi COVID-19. Dari sisi dunia pendidikan, tema ini mengisyaratkan dibutuhkannya respon yang inklusif terhadap pandemi COVID-19 untuk memastikan tidak ada penyandang disabilitas yang tertinggal dalam pendidikan. Artikel ini khusus membahas tentang pembelajaran jarak jauh bagi penyandang disabilitas dalam situasi Pandemi COVID-19 ini sebagai refleksi peringatan Hari Disabilitas International.

Penyandang disabilitas kerap menghadapi hambatan dalam mengakses layanan pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Minimnya informasi yang mereka butuhkan, tidak tersedianya akomodasi yang layak, hingga stigma yang masih melekat menjadi tantangan berat bagi mereka. Kondisi tersebut kini harus ditambah dengan hambatan-hambatan yang muncul sebagai dampak dari melandanya pandemi COVID-19 10 yang kini menginjak bulan ke-10.

Beberapa tantangan yang muncul di masa krisis pandemi COVID-19, sebagaimana dilansir oleh UNESCO, Pertama, penyandang disabilitas sedikit sekali kemungkinannya mendapatkan bantuan dan mendapatkan pengajaran dari pendidik yang sudah terlatih. Di sekolah-sekolah inklusi yang sudah siap dengan perangkat inklusifnya atau di kampus-kampus yang sudah tersedia Unit Layanan Disabilitas, sebagaimana diamanatkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas lazimnya mendapatkan bantuan teknis belajar dengan adanya relawan pendamping belajar baik dari unsur guru maupun mahasiswa.

Mereka telah dilatih untuk mendampingi siswa atau mahasiswa dengan beragam jenis disabilitas yang disandangnya. Para pendidik di sekolah dan kampus inklusif biasanya juga sudah mendapatkan pengetahuan dan pelatihan dasar tentang disability awareness yang mengenalkan kepada merkea beragam jenis disabilitas dan bagaimana cara mereka mengadaptasikan pengajaran terhadap mahasiswa dengan salah satu jenis disabilitas yang mungkin mereka temui di kelas. Di masa pandemi, sistem pendampingan belajar tersebut sulit diterapkan dan para pendidik sama sekali belum punya pengalaman dalam mengajar siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas secara daring.

Hal ini semakin menjauhkan mereka dari proses pengajaran. Mereka pun semakin tertinggal dari temannya yang non- disabilitas yang relatif tidak punya kendala teknis menggunakan beragam platform pembelajaran daring. Satu-satunya harapan yang dapat membantu mereka adalah orang tua atau anggota keluarga lainnya yang siap-tidak siap harus menjadi pendamping belajar secara lebih intens lagi ketimbang di masa sebelum krisis dan pandemi.

Kedua, dibutuhkan lebih banyak waktu dan sumber belajar bagi siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas untuk dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Penyandang disabilitas berjuang menghabiskan banyak waktu untuk mengakses sumber belajar yang beragam agar mereka dapat secara aktif berpartisipasi dalam proses belajar. Mereka butuh alat belajar tambahan, internet akses yang memadai, dan materi-materi pembelajaran yang didesain secara khusus untuk mereka sesuai dengan jenis disabilitas yang mereka alami.

Mereka juga butuh dukungan yang memadai untuk melakukan itu semua mengingat tekanan mental yang mungkin saja membuat mereka menyerah dengan kondisi yang ada. Tentu saja semua itu membuat proses pembelajaran menjadi sangat mahal bagi mereka dan keluarganya, terutama yang berasal dari kelas ekonomi menengah ke bawah.

Ketiga, siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas terdampak secara negatif dengan ditutupnya pembelajaran tatap muka di kampus. Ditutupnya pembelajaran tatap muka di sekolah dan kampus memberikan dampak negatif bagi mereka. Mereka tidak bisa lagi menikmati keceriaan bersama teman-teman, misalnya, kebersamaan makan siang bersama di kantin sekolah atau kampus, berdiskusi tentang materi pelajaran dan kerja kelompok, bersenda gurau membicarakan hal-hal yang menyenangkan, yang semua itu memainkan peran yang sama pentingnya untuk pengembangan kapasitas diri dan pembelajaran.

Keempat, banyaknya pendidik yang masih minim pengetahuan dan keterampilannya dalam hal teknologi, informasi, dan komunikasi. Pandemi COVID-19 telah memaksa banyak pihak untuk mengadaptasikan diri dengan memaksimalkan teknologi, informasi, dan komunikasi.  Malangnya, para pendidik di sekolah dan kampus belum siap dan sangat minim pengetahuan dan keterampilannya dalah hal ini. Mereka tidak mampu memastikan keterlibatan siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas dalam proses pembelajaran jarak jauh.

Lalu, bagaimana menghadapi hambatan-hambatan pendidikan tersebut? Sesuai dengan yang disarankan oleh UNESCO, pemerintah dapat meningkatkan proses dan hasil pembelajaran siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas selama pandemi COVID-19 ini melalui beberapa cara sebagai berikut:

Memberikan Akomodasi yang Layak dalam Pembelajaran

Para pendidik, orang tua dan siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas sebaiknya mengases situasi masing-masing siswa atau mahasiswa dan mendiskusikan penyesuaian yang dibutuhkan untuk persiapan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Misalnya, pendidik menggunakan penyampaian materi perkuliahan selain dari versi cetak sebagai alternatif yaitu seperti versi audio, gambar atau format lain. Pendidik juga memberikan berbagai bentuk pilihan ujian dan memberikan waktu yang lebih lama untuk pengumpulan tugas atau ujian sesuai kemampuan dan jenis disabilitasnya.

Dengan demikian mereka dapat dengan tenang menyelesaikannya tanpa tekanan yang besar. Guna mendukung aktivitas belajar mereka, siswa atau mahasiswa juga perlu diberikan akses kepada beragam assistive technology (teknologi bantu) yang bisa mereka gunakan di rumah, mulai dari yang sederhana hingga yang paling advance. Contoh teknologi bantu yang dapat digunakan adalah seperti perangkat lunak Screen Reader dan Screen Magnifier dan lain sebagainya.

Modifikasi Kurikulum dan Intruksi

Dengan berubahnya moda pembelajaran mainstream yang berbasis kelas menjadi pembelajaran jarak jauh, maka banyak hal yang harus dimodifikasi. Pendidik atau harus mengembangkan kurikulum yang adaptif dengan situasi pandemi. Beberapa bagian kurikulum harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas dalam melakukan pembelajaran jarak jauh. Pendidik juga dapat mengganti sebagian kegiatan yang dituntut oleh kurikulum, namun tidak dapat dilakukan oleh siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas, dengan kegiatan lain yang memiliki kesamaan nilai. Bahkan pendidik dapat menghilangkan bagian dari kurikulum yang sama sekali tidak mungkin dilakukan oleh siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas.

Selain itu, tugas-tugas mandiri juga harus disederhanakan, dan siswa atau mahasiswa dibolehkan menyampaikan tugas di luar cara yang biasanya dilakukan, misalnya laporan tugas tidak secara tertulis, melainkan menggunakan audio dan lain sebagainya. Tentunya, modifikasi dapat dilakukan setelah mengenali hambatan yang dialami oleh siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas dikarenakan kondisi disabilitasnya

Menggunakan Universal Design for Learning (UDL)

Menggunakan universal design for learning (UDL) yang bertujuan untuk membantu pendidik menjangkau siswa atau mahasiswa secara luas dan fokus pada bagaimana cara belajar siswa atau mahasiswa dan cara mereka menampilkan pengetahuan mereka.

Mengimplementasikan Project-based Learning

Banyak riset menemukan bahwa siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas lebih banyak belajar dengan menggunakan riset dan analisis untuk menyempurnakan suatu proyek (tugas). Project-based learning juga meningkatkan self-esteem merekadan mendukung keterlibatan yang positif. Para pendidik perlu mendesain dan mengenalkan tugas-tugas yang memungkinkan semua siswa atau mahasiswa mengerti bagaimana mengerjakannya.

Memastikan Adanya Individualized Education Programme (IEP)

IEP meminta para pendidik, siswa atau mahasiswa, dan orang tua serta keluarga bekerja bersama untuk memutuskan kefektivitasan setelan pembelajaran jarak jauh dan bagaimana cara yang terbaik untuk melakukan proses pendidikan pada siswa atau mahasiswa penyandang disabilitas.

Mendukung Para Pendidik

Pada masa transisi pembelajaran daring selama masa krisis pandemi COVID-19 ini, penting untuk menyediakan pedoman dan sumber-sumber berbasis bukti tentang bagaimana menyampaikan pelajaran dalam pembelajaran jarak jauh dan setelan daring kepada para pendidik.

Memberikan Dukungan pada Keluarga

Pendekatan-pendekatan sistemik sangat dibutuhkan untuk membantu para orang tua dalam menunaikan tanggung jawab domestik mereka bersaman dengan pendidikan mahasiswa penyandang disabilitas. Pertanyaannya, dari ketujuh cara tersebut, yang mana yang sudah diterapkan oleh para pendidik dan orang tua? Sejauh mana pula pengelola sekolah atau kampus mempunyai pemahaman serta kemauan yang baik untuk dapat memfasilitasi para pendidik melakukan tugasnya yang tidak mudah tersebut dan mendukung orang tua dan pengasuh dalam mendampingi putra-putri mereka? Peringatan Hari Disabilitas Internasional sepatutnya menjadi pengingat dan waktu untuk mengevaluasi diri tentang sejauh mana langkah yang sudah ditempuh dalam memberikan hak-hak dasar para penyandang disabilitas untuk dapat menikmati akses pendidikan yang inklusif, terutama di masa pemulihan pasca Pandemi COVID-19. [*]